-->

ID Sejarah

Mempelajari Sejarah yang lalu untuk memperbaiki masa depan

Motivasi Menulis

Pandangan Islam Mengenai Komunisme

Islam dan komunisme
Selama ini orang menganggap bahwa Marxisme-Leninisme atau lebih mudahnya komunisme, berada dalam hubungan diametral dengan Islam. Banyak faktor pendorong kepada tumbuhnya anggapan seperti itu.

Dalam Peristiwa Madiun, 1948, umpamanya, kaum muslimin Indonesia berdiri berhadapan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) karena dua alasan. Pertama, karena PKI di bawah pimpinan Muso berusaha menggulingkan pemerintahan Republik Indonesia yang didirikan oleh bangsa yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Kedua, karena banyak pemuka agama Islam dan ulama yang terbunuh, seperti kalangan pengasuh Pesantren Takeran yang hanya terletak beberapa kilometer di luar kota Madiun sendiri. Kiai Mursyid dan sesama kiai pesantren tersebut hingga saat ini belum diketahui di mana dikuburkan.

Percaturan geo-politik saat ini pun menghadapkan Uni Soviet, kubu pertama paham Marxisme-Leninisme kepada Dunia Islam, karena pendudukannya atas bangsa muslim Afghanistan sejak beberapa tahun lalu. Selain itu, secara ideologis, MarxismeLeninisme juga tidak mungkin dipertemukan dengan Islam.

Marxisme-Leninisme adalah doktrin politik yang dilandaskan pada filsafat materialisme. Sedangkan Islam betapa pun adalah sebuah agama yang betapa praktisnya, sekalipun dalam urusan keduniaan, masih harus mendasarkan dirinya pada spiritualisme dan kepercayaan akan sesuatu yang secara empiris sudah tentu tidak dapat dibuktikan.

Apalagi Marxisme-Leninisme adalah pengembangan ekstrem dari filsafat Karl Marx yang justru menganggap agama sebagai opium (candu) yang akan melupakan rakyat dari perjuangan strukturalnya untuk merebut alat-alat produksi dari tangan kaum kapitalis.

Demikian pula dari skema penataan Marxisme-Leninisme atas masyarakat, Islam sebagai agama harus diperlakukan sebagai super struktur yang dibasmi, karena merupakan bagian dari jaringan kekuasaan reaksioner yang menunjang kapitalism, walaupun dalam dirinya ia mengandung unsur-unsur antikapitalisme.

Sebuah aspek lain dari pertentangan ideologis antara Islam dan Marxisme-Leninisme dapat dilihat pada fungsi kemasyarakatan masing-masing. Dalam kerangka ini, Marxisme-Leninisme berusaha mengatur kehidupan bermasyarakat secara menyeluruh atas wawasan-wawasan rasional belaka, sedangkan Islam justru menolak sekulerisme seperti itu.

Menurut ajaran formal Islam, pengaturan kehidupan bermasyarakat harus diselaraskan dengan semua ketentuan-ketentuan wahyu yang datang dari Allah. Pengaturan hidup secara revelational (walaupun memiliki wawasan pragmatis dan rasionalnya sendiri untuk dapat menampung aspirasi kehidupan nyata), bagaimanapun juga tidak mungkin akan berdamai sepenuhnya dengan gagasan pengaturan masyarakat secara rasional sepenuhnya.

Tidak heranlah jika pengelompokan politik dan sosial budaya yang memunculkan apa yang dinamai Ngolongan Islam" juga menggunakan pola penghadapan dalam meletakkan MarxismeLeninisme dalam hubungannya dengan Islam. Seperti dalam forum yang melawan dan menentangnya.

Forum-forum formal Islam sendiri juga demikian, senantiasa meletakkan Marxisme-Leninisme dalam kategori "ideologi lawan". Atau dalam jargon Rabithah al-Alam al-lslami/lslamic Word Association) yang berkedudukan di Makah, ideologi yang menentang Islam (a/-fahm al-mudhadli al-islami)." 

Dalam forum-forum resmi internasional di kalangan kaum muslimin, MarxismeLeninisme dalam “baju” komunisme secara rutin dimasukkan ke dalam paham-paham yang harus ditolak secara tuntas.

Penolakan ini antara lain berupa sikap mengambil bentuk peletakan pandangan Islam" sebagai jalan tengah antara kapitalisme dan komunisme atau menurut istilah Mustofa al-Siba'i, antara kapitalisme dan sosialisme. 

Menurut mereka, kapitalisme akan membawa bencana karena terlalu mementingkan kepentingan perorangan warga masyarakat, karena sandarannya kepada individualisme. Sedangkan kolektivisme yang menjadi ajaran Marxisme, diserap oleh Marxisme-Leninisme, justru akan menghilangkan hak-hak sah dari individu yang menjadi warga masyarakat.

Islam menurut mereka memberikan pemecahan dengan jalan menyeimbangkan antara "hak-hak masyarakat" dan “hak-hak individu". Melihat pola hubungan diametral seperti itu memang mengherankan. 

Bahwa masih saja ada kelompok-kelompok MarxisLeninis dalam masing-masing lingkungan bangsa muslim mana pun di seluruh dunia. Bahkan di kalangan minoritas muslim di negara yang mayoritas penduduknya beragama bukan Islam, seperti SriLanka, Filipina. Bukan karena adanya orang-orang yang berpaham Marxis-Leninis. Karena memang mereka ada di mana-mana.

Sekian artikel Pandangan Islam mengenai Komunisme.

Apa itu Takfirisme | Asal-usul dan Perkembangannya

Asal-usul Takfirisme

Di suatu subuh, pada 14 Ramadhan tahun 40 Hijriyah, tiga orang militan yang menyimpan rencana pembunuhan berusaha mencari saat yang tepat untuk membunuh 3 orang tokoh terpenting umat Islam  di Makkah saa itu. Mereka, al-Barrak bin Abdullah, ‘Amr bin Bakr, dan Abdurahman bin  Muljam, adalah anggota dari kelompok Khawarij. 

Khawarij merupakan kelompok yang berisi orang-orang yang memisahkan diri (dari mainstream Muslim) yang tidak puas terhadap cara-cara para pemimpin mereka mengelola urusan-urusan umat. Membunuh 3 pemimpin terpenting yang ada akan membuka jalan bagi mereka untuk menguasai pemerintahan dan menerapkan ideologi yang mereka anggap benar.

Lalu, Siapa Khawarij ini? Mereka awalnya adalah pengikut salah seorang dari 3 pemimpin yang sedang mereka rencanakan pembunuhannya itu, Ali ibn Abi Thalib, khalifah yang sah pada saat itu, tapi mereka tak setuju pada kesediaan sang Khalifah untuk menoleransi thakim (arbritrase) antara sang Khalifah dengan musuhnya Mu’awiyah bin Abi Sufyan melalui orang yang ditunjuknya, yakni ‘Amr bin ‘Ash. 

Mereka melihat Mu’awiyah sebagai pemberontak terhadap kekhalifahan yang sah (bughat), maka tak ada cara lain kecuali bahwa ia harus diperangi. Inilah menurut mereka, hukum Allah sebagaimana tertulis dalam kitan suci al-Qur’an. La hukma illa Allah (tak ada hukum kecuali hukum Allah). Akibat tak ditaatinya hukum Allah itu, chaos (fitnah) pun berkepanjangan, dan kini terdapat dualisme pemerintahan ditengah kaum Muslim.

Dan, karena dianggap tak mau mengikuti hukum Allah, tak urung sang Khalifah pun dianggap kafir. Demikian pula Mu’awiyyah sang pemberontak dan ‘Amr bin ‘Ash. Maka, selain sang Khalifah mereka pun mengirim orang untuk membunuh Mu’awiyyah dan ‘Amr bin ‘Ash.

Fenomena Khawarij menandai terbentuknya fenomena takfirisme (takfiriyyah) dalam Islam. Yaitu perumusan suatu doktrin pengafiran yang mereka percayai mereka dasarkan pada ajaran al-Qur’an. 

Suatu doktrin yang menyebabkan seorang muslim yang shalat menghadap kiblat yang sama, melakukan berbagai kewajiban keagamaan, memiliki rukun-rukun kepercayaan yang sama, dapat dianggap sebagai kafir. Bukan hanya itu,, bahkan menjadi halal darahnya akibat pemberian status kafir itu.

Akhirnya sejarah mencatat, mereka gagal membunuh Mu’awiyyah dan ‘Amr bin ‘Ash, tapi berhasil menikam dan membunuh Khalifah Ali ketika sedang sholat Subuh di masjid.

Dua sampai tiga hari Khalifah Ali masih bertahan hidup sebelumnya akhirnya wafat. Di hari-hari itu Khalifah sempat memberikan wasiat kepada kedua anaknya; Hasan dan Husein. Dan di antara wasiatnya adalah, “Orang-orang (Khawarij) ini masih akan terus dilahirkan dari tulang-tulang sulbi ayah mereka.”

Sekarang, marilah kita lihat fenomena Takfirisme yang banyak terjadi diindonesia. Semua peristiwa tersebut dapat kita lihat dalam perspektif doktrinal-historis dan geopolitik global. Tunggu update selanjutnya...

Pengertian Takfirisme

Saat ini terbentuk banyak aliran yang secara khusus mengembangkan doktrin tentang takfir seperti kejadian diatas. Takfiriyyah bukanlah sekadar sikap suka mengafirkan kelompok-kelompok Muslim lain yang bukan kelompoknya, melainan mengembangkan doktrin khusus tentang takfir yang cukup berdasarkan pemahaman mereka tentang ajaran-ajaran agama sebagaimana terbaca dalam teks-teks keagamaan yang ada baik al-Qur’an, hadits, maupun pemikiran “kaum salaf”.

Di indonesia ada buku-buku semacam Aliran dan Paham Sesat di Indonesia karya Hartono Ahmad Jaiz atau Mulia dengan Madzab Salaf karangan Yazid bin Abdulkadir Jawas. Didalamnya didaftar puluhan kelompok Muslim yang dianggap sesat. Orang tak dapat menghindar dari kesan bahwa, dimata penulis semacam ini, hanya kelompok mereka sendiri yang benar dan kelompok lainnya sesat , bahkan kafir.

Jadi, takfiriyyah bukan sekadar pengafiran, melainkan pengafiran semua kelompok Muslim yang bukan kelompoknya. Yang didasarkan pada upaya perumusan doktrin takfir yang elaboratif dan indiskriminatif. Dan takfir dalam konteks ini tidak hanya terbatas pada tataran wacana dan bualan belaka, namun selalu dihubungkan dengan keluarnya seseorang dari agama dan ancaman pemusnahan didunia dan ketidakselamatan di akhirat akibat perbuatan kufur tersebut.

Contoh mengenai itu kita dapati pada kasus pengafiran yang dilancarkan oleh Imam Ghazali kepada para filsuf sebagaimana terungkap dalam bukunya Tahafut al-Falasifah.

Sekian artikel Apa itu Takfirisme | Asal-usul dan Perkembangannya. 

Kisah Dua Prajurit - Setelah Dia Pergi Soeharto

Kisah dua prajurit
Biar jenderal atau menteri, yang bertindak inkonstitusional akan saya gebuk!" Kata-kata itu meluncur dari mulut Soeharto di atas pesawat kepresidenan, pertengahan 1989. Ketika itu dia dalam perjalanan pulang dari kunjungan ke Beograd, Yugoslavia. 

Membongkar Supersemar | Part 1

Dikutip dari Buku Membongkar Supersemar

Salah satu peristiwa penting dalam sejarah kita yang masih berada di lembah gelap dan diselimuti kabut tebal semacam itu tentu saja adalah peristiwa yang melatar belakangi munculnya Surat Perintah tanggal 11 Maret 1966 atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Supersemar”. Selain latar belakang, masih diselimuti kabut tebal pula, berbagai bentuk dinamika politik yang kemudian bergerak, menyusul lahirnya surat perintah tersebut.

Nilai Kemanusiaan Tan Malaka

Tan Malaka mempunyai perhatian terhadap kondisi dan penderitaan orang lain. Pada awalnya Tan Malaka menjadi guru untuk mengajar tulis menulis anak buruh perkebunan di Deli, Sumatera utara. Di perkebunan itulah semangat radikal dan anti kolonialisme Tan Malaka bersemi, ketimpangan

Masa Kecil Tan Malaka | Tan Malaka dan Nilai Humanisme

Tan Malaka beruntung menjadi anak seorang pegawai pertanian Hindia Belanda, selangkah lebih maju dari warga lain. Tak heran jika umur 12 tahun dia
Back To Top